(Opini)
Oleh: Saifuddin
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang akrab disebut “Serumpun Sebalai,” kini memasuki usia 24 tahun, usia yang tergolong muda jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Selama perjalanannya, Bangka Belitung telah dipimpin oleh empat gubernur, dan pada tahun 2024, pemilihan gubernur (Pilgub) akan kembali digelar. Kontestasi politik ini diperkirakan akan menjadi ajang penting bagi para kandidat untuk menyoroti isu-isu strategis, khususnya terkait ekonomi dan tata kelola sumber daya alam.
Pertimahan telah menjadi sektor andalan ekonomi Bangka Belitung. Pada Pilgub 2024, isu tata niaga timah diprediksi akan mendominasi perdebatan politik. Ada dua kemungkinan pendekatan terhadap isu ini: pertama, timah bisa digunakan sebagai alat kampanye negatif untuk menjatuhkan lawan politik (political decay). Kedua, isu ini dapat diangkat sebagai platform kampanye dengan menawarkan solusi yang konkret guna memperbaiki tata kelola sektor pertimahan demi kesejahteraan masyarakat.
Sebagian besar masyarakat Bangka Belitung bergantung pada sektor timah, sehingga kebijakan terkait tata niaga ini sangat krusial bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, para kandidat di Pilgub 2024 dituntut untuk memaparkan visi yang jelas terkait reformasi sektor ini, demi memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa pengelolaan timah yang lebih baik akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan mereka.
Peta politik di Bangka Belitung tidak terlepas dari dinamika nasional menjelang Pilgub 2024. Pada Pilpres 2024, tiga koalisi besar terbentuk: Koalisi Perubahan (Nasdem, PKS, PKB), Koalisi Keberlanjutan (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat), serta koalisi yang dipimpin PDIP, Hanura, dan PPP. Muncul pertanyaan: apakah peta politik nasional ini akan berpengaruh pada konstelasi politik lokal?
Menurut teori politik David Easton dalam The Political System, koalisi politik di negara demokrasi transisi seperti Indonesia bersifat dinamis dan tidak permanen. Peta koalisi nasional bisa saja berbeda dengan situasi di tingkat lokal, di mana kepentingan dan kekuatan politik lokal lebih dominan. Hal ini sangat mungkin terjadi di Bangka Belitung, mengingat kepentingan lokal sering kali lebih beragam.
Di tingkat lokal, persaingan utama diperkirakan akan terjadi antara dua tokoh penting: Erzaldi Rosman, mantan gubernur yang juga Ketua DPD Gerindra Bangka Belitung, dan Hidayat Arsani, mantan wakil gubernur dari Golkar. Dengan keduanya memiliki kekuatan politik yang kuat di daerah, komposisi koalisi nasional mungkin tidak sepenuhnya menentukan dinamika Pilgub Bangka Belitung.
Erzaldi Rosman adalah salah satu figur yang sangat diperhitungkan dalam Pilgub 2024. Mantan gubernur ini menyelesaikan masa jabatannya pada tahun 2022 dan dikenal luas karena keberhasilannya dalam menangani pandemi Covid-19. Prestasi ini membuatnya mendapat apresiasi bersama sejumlah gubernur lain seperti Anies Baswedan dan Khofifah Indar Parawansa, dan kini menjadi modal politik yang signifikan baginya untuk kembali bertarung dalam Pilgub.
Kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 di Bangka Belitung turut memberikan dorongan politik bagi Erzaldi, mengingat posisinya di Gerindra. Selain itu, keberhasilan istrinya, Melati Erzaldi, yang terpilih sebagai anggota DPR RI, semakin memperkuat posisi politik Erzaldi di panggung lokal. Dengan dukungan partai dan modal politik yang kuat, Erzaldi memiliki fondasi yang kokoh untuk kembali bersaing dalam kontestasi politik daerah.
Erzaldi juga dikenal sebagai sosok yang dekat dengan masyarakat, dengan jaringan sosial yang luas di berbagai kalangan. Hubungan yang baik dengan masyarakat ini menjadi salah satu aset penting bagi dirinya untuk menggalang dukungan dalam Pilgub 2024.
Erzaldi Rosman dipandang sebagai salah satu kandidat yang paling berpotensi dalam Pilgub Bangka Belitung 2024. Dengan rekam jejak prestasi, modal sosial, serta dukungan politik yang solid, ia memiliki peluang besar untuk melanjutkan pembangunan di provinsi ini. Pilgub 2024 akan menjadi momen krusial bagi masyarakat Bangka Belitung untuk menentukan arah masa depan daerah mereka, dan Erzaldi bisa menjadi salah satu tokoh kunci dalam mewujudkan visi tersebut.
Penulis: Saifuddin
Direktur Eksekutif LKiS
Penulis buku: Politik Tanpa Identitas, Obituari Demokrasi, Elegi Demokrasi, Catatan Cacat-an Demokrasi
(T-APPI)